Baru saja selesai membaca artikel luar biasa ini,dan satu pesan penting yang menggugah hati saya yaitu " Tak ada alasan lagi utk berkeluh kesah dan menyerah pada keadaan. Setiap DIRI memiliki potensi utk SUKSES dlm kehidupannya,selama dia mau berjuang keras dan yakin pada pertolonganNya". Sempatkan membaca artikel luar biasa ini sohibku,Insya Allah engkau dptkan penggugah hati yg luar bisa.
SYAIKH AMMAR BUGIS, PENAKLUK KEMUSTAHILAN
Syeikh Ammar yang kelahiran Amerika Serikat sejak lahir sudah dalam keadaan cacat. Tidak ada anggota tubuh yang bisa digerakkan kecuali mulut dan mata. Dokter Amerika sendiri ketika kelahiran beliau bahkan menyampaikan bahwa paling sang bayi (beliau) bisa hidup hingga usia 8 tahun saja. Namun atas Qudratullah jua lah, hingga tua seperti sekarang beliau masih hidup bahkan lebih unggul hidupnya dari kita yang tidak cacat secara fisik.
Cacat tidak menghalangi beliau untuk menuntut ilmu dan bersekolah hingga kuliah dan mencapai predikat Professor. Sejak usia 11 tahun sudah mulai menghafal Quran dan ketika menginjak 13 tahun sudah hafal Quran 30 Juz. Selain itu, ketika Universitas mampu meraih nilai tertinggi (cumlaude) pada jurusan penyiaran dan komunikasi. Beliau juga sebagai dosen di universitas yang ada di AS dan Dubai. Yang menarik juga adalah bahwa beliau telah mempunyai anak yang sekarang sudah 14 tahun usianya. Subhanallah! Sungguh mulia wanita yang mau dan ridha bersuamikan beliau.
Sungguh keadaan Syaikh Ammar yang cacat dapat menjadi pelajaran bagi kita yang sempurna secara fisik. Beliau yang cacat saja mampu berprestasi, lalu bagaimana dengan kita? Sehingga menurut beliau bahwa cacat yang sesungguhnya adalah orang yang cacat berpikir, cacat kemauan, cacat perjuangan dan sejenisnya. Dan beliau pun menyampaikan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala akan menanya kalian (jamaah yang hadir), yang cacat saja mampu menghafal, sedang kalian yang bisa bergerak?
Bagi bangsa Indonesia, ihwal Syaikh Ammar ini pun dapat menjadi pelajaran berharga. Biasanya di negeri kita orang cacat sering ditemui sebagai pengemis. Ini bisa ditemui di kota besar. Orang buta di negeri kita sering diarahkan kepada pengamen atau menjadi penyanyi, bisa jadi artis hanya beberapa. Jarang sekali yang diarahkan pada prestasi, terlebih pada keunggulan agama, semisal menjadi ulama ataupun menjadi hafizh Al-Quran.
Diantara pesan yang disampaikan Syaikh Ammar untuk jamaah adalah agar menunaikan rukun Islam yang lima: Bersaksi tiada tuhan selain Allah subhanahu wa ta'ala dan Muhammad rasul-Nya, Sholat 5 waktu, puasa dan zakat serta naik haji ke baitullah bagi yang mampu.
Banyak musuh Allah subhanahu wa ta'ala yang menghina Rasulullah (baru-baru ini), maka pesan beliau bela lah Rasulullah dengan cara melaksanakan Sunnah Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, sekolah, kantor, pabrik dan sebagainya. Bukan dengan jalan teriak-teriak (demonstrasi) dan kekerasan. Juga gunakan lah pula teknologi dalam membela Rasulullah, melalui internet, twiter, facebook dan sejenisnya. Ceritakan keagungan pribadi Rasulullah melalui kisah-kisah dan sebagainya.
Pada kaum wanita, beliau berpesan agar senantiasa menggunakan hijab yang sesuai syariat. Karena wanita ibarat mutiara yang nilainya tinggi. Jika ia mudah dilihat dan dipegang semua orang di jalan-jalan, niscaya murahlah nilainya. Pada jamaah laki-laki beliau berpesan agar berbuat baik pada para istri, jangan pernah mencaci, memukul atau menghinakan istri. Satu yang juga beliau tekankan adalah jangan sampai jamaah pergi ke tukang sihir atau dukun. Juga agar senantiasa beryukur atas nikmat Allah subhanahu wa ta'ala yang agung (kesehatan).
Syaikh Ammar Bugis Sampaikan Ceramah di LIPIA
Bagi seorang muslim, dunia adalah tempat ujian dan ladang pahala. Cobaan yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya bermacam-macam bentuknya, salah satunya dengan ketidak sempurnaan fisik.
Sebagai seorang Muslim, cobaan tersebut hendaknya disikapi dengan hati yang sabar dan ikhlas. Sebab di balik kekurangan, Allah pasti memberikan kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Adalah Syaikh Ammar Bugis, pria lumpuh berdarah Makassar yang lahir di Amerika Serikat, 22 Oktober 1986. Nama Bugis diambil dari nama kakek buyutnya yang berasal dari Sulawesi, Syeikh Abdul Muthalib Bugis. Beliau hijrah dari Sulawesi ke Mekkah dan mengajar Tafsir di Masjidil Haram.
Syaikh Ammar lumpuh total sejak usia 2 bulan, hanya mata dan mulutnya yang masih berfungsi, walau nada bicaranya agak tidak jelas. Itu semua tak mengurangi semangatnya untuk hidup dan berarti.
Luar biasa, ditengah keadaan yang serba mustahil, Ammar sudah hafal 30 juz Qur'an sejak usia 11 tahun dalam waktu 2 tahun saja. Tentunya ini adalah kelebihan yang sangat jarang dimiliki oleh anak-anak zaman sekarang.
Mengawalai nasihatnya dihadapan para dosen dan mahasiswa LIPIA Jakarta, Syaikh Ammar mengomentari sebuah pepatah yang mengatakan bahwa akal yang selamat hanyalah terdapat pada badan yang sehat, menurutnya hal ini kurang tepat.
“Selama ini kita mendengar pepatah bahwa akal yang selamat itu terdapat pada badan yang sehat, padahal semestinya adalah akal yang selamat hanyalah terdapat pada hati yang sehat,”kata Ammar mengawali nasihatnya.
Hal ini, kata Ammar, terdapat didalam hadits “Jika sepotong daging itu baik, maka baiklah seluruhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.
Saat beliau menceritakan kesabaran dan ketelatenan ibunya dalam mengurus dan menjaganya sehingga ia saat ini menjadi seorang hafidz Al Quran, para mahasiswa yang hadir menangis tersedu-sedu, bahkan ada beberapa dosen yang bertakbir keras sambil menangis menjerit.
Beliaupun menyayangkan banyak kaum muslimin yang memiliki fisik sempurna tapi hatinya tidak sesempurna fisiknya.“Banyak diantara kita yang memiliki fisik sempurna, tapi hatinya tidak sesuai dengan fisiknya, “katanya.
Beliaupun menyarankan kepada para Mahasiswa agar giat menghafal Al Quran dan jangan mudah putus asa. “Hafalkan Al Quran, lakukan dengan ayat-ayat yang pendek terlebih dahulu, sayapun dulu melakukannya demikian, sampai waktu itu saya bisa menghafal satu juz dalam sehari,” ujarnya.
Setelah kurang lebih satu jam, ceramah di tutup, tiba-tiba seorang dosen dan pakar Ushul Fiqih asal mesir, DR. Azazi menemuinya dan mencium keningnya.
Ahmad Aris, seorang mahasiswa Fakultas Syari’ah yang mendengarkan ceramah beliau, menangis terharu dan merasa termotivasi oleh nasihat Syaikh Ammar.
“Alhamdulillah, ini motivasi yang sangat luar biasa, saya merasa malu terhadap beliau, kondisi saya yang sempurna fisik ini masih belum bisa apa-apa,”
Subhanallah, alhamdulillah , Allahu Akbar ..
Sumber : IslamediaWeb
Monday, March 18, 2013
Wednesday, March 13, 2013
Yang Disayang Malaikat
::: INILAH ORANG-ORANG (PILIHAN) YANG DIDOAKAN OLEH PARA MALAIKAT :::
1. Orang yang Tidur dalam Keadaan Bersuci.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka Malaikat akan bersamanya didalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa, 'Ya ALLAH, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci'.”
(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)
2. Orang yang sedang Duduk Menunggu Waktu Shalat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para Malaikat akan mendoakannya,‘Ya ALLAH, ampunilah ia. Ya ALLAH, sayangilah ia’.”
(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Muslim no. 469)
3. Orang-orang yang Berada di Shaf Barisan Depan di dalam Shalat Berjama'ah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat-NYA bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan.”
(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
4. Orang-orang yang Menyambung Shaf pada Shalat Berjama'ah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.”
(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
5. Para Malaikat Mengucapkan "Aamiin" ketika Seorang Imam selesai Membaca Al-Faatihah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalliin', maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’. Karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan Malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.”
(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Bukhari no. 782)
6. Orang yang Duduk di Tempat Shalatnya setelah Melakukan Shalat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Para Malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para Malaikat) berkata, 'Ya ALLAH, ampunilah dan sayangilah ia'.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
7. Orang-orang yang Melakukan Shalat Shubuh dan Ashar secara Berjama’ah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Para Malaikat berkumpul pada saat shalat Shubuh lalu para Malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Shubuh) naik (ke langit), dan Malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat Ashar dan Malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat Ashar) naik (ke langit) sedangkan Malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal.
Lalu ALLAH bertanya kepada mereka (padahal ALLAH lebih mengetahui), ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-KU?’
Mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari Kiamat’.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
8. Orang yang Mendoakan Saudaranya tanpa Sepengetahuan Orang yang Didoakan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang Malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka Malaikat tersebut berkata, ‘Aamiin, dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’.”
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ radhiallahu 'anha, Shahih Muslim no. 2733)
9. Orang-orang yang Berinfak.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 Malaikat turun kepadanya. Salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya ALLAH, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya ALLAH, hancurkanlah harta orang yang pelit (kikir)’.”
(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)
10. Orang yang sedang Makan Sahur.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat-NYA bershalawat kepada orang-orang yang sedang makan sahur.”
(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)
11. Orang yang sedang Menjenguk Orang Sakit.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang Mukmin menjenguk saudaranya kecuali ALLAH akan mengutus 70.000 Malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Shubuh.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)
12. Seseorang yang sedang Mengajarkan Kebaikan kepada Orang lain.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang didalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily radhiallahu 'anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)
Tidakkah kita terpikir, betapa besarnya nikmat ALLAH melalui penciptaan para Malaikat, dan melalui beriman kepada mereka?! Dimana keimanan ini melahirkan kesan dan pengaruh yang kuat dalam jiwa, amalan, dan kelurusan hidup seorang manusia.
Beriman kepada Malaikat berarti membenarkan Kitab ALLAH (Al-Qur'an) dan membenarkan Rasul-NYA, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Wallahu a'lam bish shawab!
1. Orang yang Tidur dalam Keadaan Bersuci.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka Malaikat akan bersamanya didalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa, 'Ya ALLAH, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci'.”
(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)
2. Orang yang sedang Duduk Menunggu Waktu Shalat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para Malaikat akan mendoakannya,‘Ya ALLAH, ampunilah ia. Ya ALLAH, sayangilah ia’.”
(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Muslim no. 469)
3. Orang-orang yang Berada di Shaf Barisan Depan di dalam Shalat Berjama'ah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat-NYA bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan.”
(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
4. Orang-orang yang Menyambung Shaf pada Shalat Berjama'ah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.”
(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
5. Para Malaikat Mengucapkan "Aamiin" ketika Seorang Imam selesai Membaca Al-Faatihah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalliin', maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’. Karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan Malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.”
(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Bukhari no. 782)
6. Orang yang Duduk di Tempat Shalatnya setelah Melakukan Shalat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Para Malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para Malaikat) berkata, 'Ya ALLAH, ampunilah dan sayangilah ia'.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
7. Orang-orang yang Melakukan Shalat Shubuh dan Ashar secara Berjama’ah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Para Malaikat berkumpul pada saat shalat Shubuh lalu para Malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Shubuh) naik (ke langit), dan Malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat Ashar dan Malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat Ashar) naik (ke langit) sedangkan Malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal.
Lalu ALLAH bertanya kepada mereka (padahal ALLAH lebih mengetahui), ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-KU?’
Mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari Kiamat’.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
8. Orang yang Mendoakan Saudaranya tanpa Sepengetahuan Orang yang Didoakan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang Malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka Malaikat tersebut berkata, ‘Aamiin, dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’.”
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ radhiallahu 'anha, Shahih Muslim no. 2733)
9. Orang-orang yang Berinfak.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 Malaikat turun kepadanya. Salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya ALLAH, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya ALLAH, hancurkanlah harta orang yang pelit (kikir)’.”
(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)
10. Orang yang sedang Makan Sahur.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ALLAH dan para Malaikat-NYA bershalawat kepada orang-orang yang sedang makan sahur.”
(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)
11. Orang yang sedang Menjenguk Orang Sakit.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang Mukmin menjenguk saudaranya kecuali ALLAH akan mengutus 70.000 Malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Shubuh.”
(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)
12. Seseorang yang sedang Mengajarkan Kebaikan kepada Orang lain.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang didalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily radhiallahu 'anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)
Tidakkah kita terpikir, betapa besarnya nikmat ALLAH melalui penciptaan para Malaikat, dan melalui beriman kepada mereka?! Dimana keimanan ini melahirkan kesan dan pengaruh yang kuat dalam jiwa, amalan, dan kelurusan hidup seorang manusia.
Beriman kepada Malaikat berarti membenarkan Kitab ALLAH (Al-Qur'an) dan membenarkan Rasul-NYA, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Wallahu a'lam bish shawab!
Tuesday, March 5, 2013
Sekolah Orang Tua 2
Jurus Keempat : Mendidik Anak Perlu Kesabaran
Sabar merupakan salah satu syarat mutlak bagi mereka yang ingin berhasil mengarungi kehidupan di dunia. Kehidupan yang tidak lepas dari susah dan senang, sedih dan bahagia, musibah dan nikmat, menangis dan tertawa, sakit dan sehat, lapar dan kenyang, rugi dan untung, miskin dan kaya, serta mati dan hidup.
Di antara episode perjalanan hidup yang membutuhkan kesabaran ekstra adalah masa-masa mendidik anak. Sebab rentang waktunya tidak sebentar dan seringkali anak berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita.
Contoh aplikasi kesabaran :
1. Sabar dalam membiasakan perilaku baik terhadap anak
Anak bagaikan kertas yang masih putih, tergantung siapa yang menggoreskan lukisan di atasnya. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menggambarkan hal itu dalam sabdanya,
- مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu’anhu)
Andaikan sejak kecil anak dibiasakan berperilaku baik, mulai dari taat beribadah hingga adab mulia dalam keseharian, insyaAllah hal itu akan sangat membekas dalam dirinya. Sebab mendidik di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu.
Mengukir di atas batu membutuhkan kesabaran dan keuletan, namun jika ukiran tersebut telah jadi niscaya ia akan awet dan tahan lama.
Mengukir di atas batu membutuhkan kesabaran dan keuletan, namun jika ukiran tersebut telah jadi niscaya ia akan awet dan tahan lama.
2. Sabar dalam menghadapi pertanyaan anak
Menghadapi pertanyaan anak, apalagi yang baru saja mulai tumbuh dan menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu yang ia lihat, memerlukan kesabaran yang tidak sedikit. Terkadang timbul rasa jengkel dengan pertanyaan anak yang tidak ada habis-habisnya, hingga kerap kita kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaannya.Sesungguhnya kesediaan anak untuk bertanya kepada kita, ‘seburuk’ apa pun pertanyaan yang ia lontarkan, merupakan pertanda bahwa mereka memberikan kepercayaannya kepada kita untuk menjawab. Maka jalan terbaik adalah menghargai kepercayaannya dengan tidak mematikan kesediaannya untuk bertanya, serta memberikan jawaban yang mengena dan menghidupkan jiwa.Jika kita ogah-ogahan untuk menjawab pertanyaan anak atau menjawab sekenanya atau bahkan justru menghardiknya, hal itu bisa berakibat fatal. Anak tidak lagi percaya dengan kita, sehingga ia akan mencari orang di luar rumah yang dianggapnya bisa memuaskan pertanyaan-pertanyaan dia. Dan tidak ada yang bisa menjamin bahwa orang yang ditemuinya di luar adalah orang baik-baik! Ingat betapa rusaknya pergaulan di luar saat ini!
3. Sabar menjadi pendengar yang baik
Banyak orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak-anaknya. Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orangtua lebih suka menyela, langsung menasihati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal-usul kejadiannya.Salah satu contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya siang ternyata baru pulang sore hari. Kita tidak mendapat pemberitahuan apa pun darinya atas keterlambatan tersebut. Tentu saja kita merasa kesal menunggu, sekaligus juga khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak berbicara, kita selalu memotongnya, dengan ungkapan, “Sudah-sudah tidak perlu banyak alasan”, atau “Ah, papa/mama tahu kamu pasti main ke tempat itu lagi kan?!”. Akibatnya, ia malah tidak mau bicara dan marah pada kita.Pada saat seperti itu, yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah ingin didengarkan terlebih dahulu dan ingin diperhatikan. Mungkin keterlambatannya ternyata disebabkan adanya tugas mendadak dari sekolah. Ketika anak tidak diberi kesempatan untuk berbicara, ia merasa tidak dihargai dan akhirnya dia juga berbalik untuk tidak mau mendengarkan kata-kata kita.Yang sebaiknya dilakukan adalah, kita memulai untuk menjadi pendengar yang baik. Berikan kepada anak waktu yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan segalanya. Bersabarlah untuk tidak berkomentar sampai saatnya tiba. Ketika anak sudah selesai menjelaskan duduk permasalahan, barulah Anda berbicara dan menyampaikan apa yang ingin Anda sampaikan.
4. Sabar manakala emosi memuncak
Hendaknya kita tidak memberikan sanksi atau hukuman pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, cenderung untuk menyakiti dan menghakimi, tidak untuk menjadikan anak lebih baik.Yang seyogyanya dilakukan adalah: bila kita dalam keadaan sangat marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk menurunkan amarah kita dengan segera. Bisa dengan mengamalkan tuntunan Nabi shallallahu’alaihiwasallam; yakni berwudhu.Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi, tundalah sampai emosi kita mereda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti. Pepatah Arab mengatakan, “Sabar bagaikan buah brotowali, pahit rasanya, namun kesudahannya lebih manis daripada madu”.Sabar dalam mendidik anak memang terasa berat, namun tunggulah buah manisnya kelak di dunia maupun akhirat. Di dunia mereka akan menjadi anak-anak yang menurut kepada orangtuanya insyaAllah. Dan manakala kita telah masuk di alam akhirat mereka akan terus mendoakan kita, sehingga curahan pahala terus mengalir deras. Aamiin
Jurus Kelima : Mendidik Anak Perlu Iringan Do'a
Beberapa saat lalu saya mampir shalat Jum’at di masjid salah satu perumahan di bilangan Sokaraja Banyumas. Di sela-sela khutbahnya, khatib bercerita tentang kejadian yang menimpa sepasang suami istri. Keduanya terkena stroke, namun sudah sekian bulan tidak ada satupun di antara anaknya yang datang menjenguk. Manakala dibesuk oleh si khatib, sang bapak bercerita sambil menangis terisak, “Mungkin Allah telah mengabulkan doa saya. Sekarang inilah saya merasakan akibat dari doa saya! Dahulu saya selalu berdoa agar anak-anak saya jadi ‘orang’. Berhasil, kaya, sukses dst. Benar, ternyata Allah mengabulkan seluruh permintaan saya. Semua anak saya sekarang menjadi orang kaya dan berhasil. Mereka tinggal di berbagai pulau di tanah air, jauh dari saya. Memang mereka semua mengirimkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan semua menelpon saya untuk segera berobat. Namun bukan itu yang saya butuhkan saat ini. Saya ingin belaian kasih sayang tangan mereka. Saya ingin dirawat dan ditunggu mereka, sebagaimana dulu saya merawat mereka”.
Ya, berhati-hatilah Anda dalam memilih redaksi doa, apalagi jika itu ditujukan untuk anak Anda. Tidak ada redaksi yang lebih baik dibandingkan redaksi doa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits. “Robbanâ hablanâ min azwâjinâ wa dzurriyyâtinâ qurrota a’yun, waj’alnâ lil muttaqîna imâmâ” (Wahai Rabb kami, karuniakanlah pada kami pasangan dan keturunan yang menyejukkan pandangan mata. Serta jadikanlah kami imam bagi kaum muttaqin). QS. Al-Furqan: 74.
Seberapa besar sih kekuatan doa?
Sebesar apapun usaha orangtua dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak salih, niscaya ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini jelas memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah jalla wa ‘ala. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon bantuan dan pertolongan dari Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Secara khusus, doa orangtua untuk anaknya begitu spesial. Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
Awas, hati-hati!
Doa orangtua itu mustajab, baik doa tersebut bermuatan baik maupun buruk. Maka berhati-hatilah wahai para orangtua. Terkadang ketika Anda marah, tanpa terasa terlepas kata-kata yang kurang baik terhadap anak Anda, lalu Allah mengabulkan ucapan tersebut, akibatnya Anda menyesal seumur hidup.
Dikisahkan ada seorang yang mengadu kepada Imam Ibn al-Mubarak mengeluhkan tentang anaknya yang durhaka. Beliau bertanya, “Apakah engkau pernah mendoakan tidak baik untuknya?”. “Ya” sahutnya. “Engkau sendiri yang merusak anakmu” pungkas sang Imam.
Semoga kita bersungguh-sungguh ingin mengetahui bagaimana mendidik anak diatas Islam dan Sunnah, bersungguh-sungguh memperbaiki keshalihan kita sambil menginginkan keshalihan anak-anak kita, ikhlas dan sabar dalam mendidik anak-anak kita, serta tak lupa senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah untuk anak-anak kita.
Ya, berhati-hatilah Anda dalam memilih redaksi doa, apalagi jika itu ditujukan untuk anak Anda. Tidak ada redaksi yang lebih baik dibandingkan redaksi doa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits. “Robbanâ hablanâ min azwâjinâ wa dzurriyyâtinâ qurrota a’yun, waj’alnâ lil muttaqîna imâmâ” (Wahai Rabb kami, karuniakanlah pada kami pasangan dan keturunan yang menyejukkan pandangan mata. Serta jadikanlah kami imam bagi kaum muttaqin). QS. Al-Furqan: 74.
Seberapa besar sih kekuatan doa?
Sebesar apapun usaha orangtua dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak salih, niscaya ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini jelas memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah jalla wa ‘ala. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon bantuan dan pertolongan dari Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Secara khusus, doa orangtua untuk anaknya begitu spesial. Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang akan dikabulkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Doa orangtua, doa musafir dan doa orang yang dizalimi”. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany)
Sejak kapan kita mendoakan anak kita?
Sejak Anda melakukan proses hubungan suami istri telah disyariatkan untuk berdoa demi kesalihan anak Anda. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ وَقَالَ: “بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا” فَرُزِقَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
“Jika salah seorang dari kalian sebelum bersetubuh dengan istrinya ia membaca “Bismillah, allôhumma jannibnasy syaithôn wa jannibisy syaithôna mâ rozaqtanâ” (Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan pada kami), lalu mereka berdua dikaruniai anak; niscaya setan tidak akan bisa mencelakakannya”. (HR. Bukhari (hal. 668 no. 3271) dan Muslim (X/246 no. 3519) dari Ibnu Abbas)
Ketika anak telah berada di kandungan pun jangan pernah lekang untuk menengadahkan tangan dan menghadapkan diri kepada Allah, memohon agar kelak keturunan yang lahir ini menjadi generasi yang baik. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencontohkan,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Wahai Rabbi, anugerahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang salih”.
(QS. Ash-Shâffât: 100)
Nabi Zakariya ‘alaihissalam juga demikian,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbi, berilah aku dari sisiMu keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (QS. Ali Imran: 38)
Setelah lahir hingga anak dewasa sekalipun, kawal dan iringilah terus dengan doa. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab. Antara adzan dengan iqamah, dalam sujud dan di sepertiga malam terakhir misalnya.Bahkan tidak ada salahnya ketika berdoa, Anda perdengarkan doa tersebut di hadapan anak Anda. Selain untuk mengajarkan doa-doa nabawi tersebut, juga agar dia melihat dan memahami betapa besar harapan Anda agar dia menjadi anak salih.
Doa orangtua itu mustajab, baik doa tersebut bermuatan baik maupun buruk. Maka berhati-hatilah wahai para orangtua. Terkadang ketika Anda marah, tanpa terasa terlepas kata-kata yang kurang baik terhadap anak Anda, lalu Allah mengabulkan ucapan tersebut, akibatnya Anda menyesal seumur hidup.
Dikisahkan ada seorang yang mengadu kepada Imam Ibn al-Mubarak mengeluhkan tentang anaknya yang durhaka. Beliau bertanya, “Apakah engkau pernah mendoakan tidak baik untuknya?”. “Ya” sahutnya. “Engkau sendiri yang merusak anakmu” pungkas sang Imam.
Semoga kita bersungguh-sungguh ingin mengetahui bagaimana mendidik anak diatas Islam dan Sunnah, bersungguh-sungguh memperbaiki keshalihan kita sambil menginginkan keshalihan anak-anak kita, ikhlas dan sabar dalam mendidik anak-anak kita, serta tak lupa senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah untuk anak-anak kita.
Sumber :
Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
www.tunasilmu.com
Sekolah Orang Tua 1
Jurus Pertama : Mendidik Anak Perlu Ilmu
Sebagai seseorang yang mendapat titipan, tentunya berkeinginan menjaga amanah yang dititipkan tersebut dengan sebaik-baiknya. Anak-anak merupakan amanah yang dititipkan Allah Ta’ala kepada hambaNya sesuai yang dikehendakiNya. Allah Ta’ala telah menjadikan anak-anak sebagai hasil usaha orang tua, sehingga para orang tua pastilah menginginkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih dan penyantun. Suatu kebahagiaan jika anak-anak kelak menjadi anak-anak yang shalih yang senantiasa mendoakan orang tua serta menjadi ladang pahala yang tanpa putus dengan sebab amalan anak yang bersumber dari pendidikan orang tuanya. Berikut ini beberapa jurus jitu mendidik anak yang merupakan tulisan dari Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
Jurus Pertama : Mendidik Anak Perlu Ilmu
Ilmu merupakan kebutuhan primer setiap insan dalam setiap lini kehidupannya, termasuk dalam mendidik anak. Bahkan kebutuhan dia terhadap ilmu dalam mendidik anak, melebihi kebutuhannya terhadap ilmu dalam menjalankan pekerjaannya.
Namun, realita berkata lain. Rupanya tidak sedikit di antara kita mempersiapkan ilmu untuk kerja lebih banyak daripada ilmu untuk menjadi orangtua. Padahal tugas kita menjadi orangtua dua puluh empat jam sehari semalam, termasuk saat tidur, terjaga serta antara sadar dan tidak. Sementara tugas kita dalam pekerjaan, hanya sebatas jam kerja.
Betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka menyiapkan diri menjadi orangtua. Bukan pula karena mereka memiliki kepatutan sebagai orangtua.
Padahal, menjadi orangtua harus berbekal ilmu yang memadai. Sekadar memberi mereka uang dan memasukkan di sekolah unggulan, tak cukup untuk membuat anak kita menjadi manusia unggul. Sebab, sangat banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap. Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya. Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang!
Ilmu apa saja yang dibutuhkan?
Banyak jenis ilmu yang dibutuhkan orangtua dalam mendidik anaknya. Mulai dari ilmu agama dengan berbagai varianya, hingga ilmu cara berkomunikasi dengan anak.
Jenis ilmu agama pertama dan utama yang harus dipelajari orangtua adalah akidah. Sehingga ia bisa menanamkan akidah yang lurus dan keimanan yang kuat dalam jiwa anaknya. Nabishallallahu’alaihiwasallam mencontohkan bagaimana membangun pondasi tersebut dalam jiwa anak, dalam salah satu sabdanya untuk Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّه
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah”. HR. Tirmidzi dan beliau berkomentar, “Hasan sahih”.
Selanjutnya ilmu tentang cara ibadah, terutama shalat dan cara bersuci. Demi merealisasikan wasiat Nabi shallallahu’alaihiwasallam untuk para orangtua,
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun”.
(HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany)
Bagaimana mungkin orangtua akan memerintahkan shalat pada anaknya, jikalau ia tidak mengerti tatacara shalat yang benar. Mampukah orang yang tidak mempunyai sesuatu, untuk memberikan sesuatu kepada orang lain?
Berikutnya ilmu tentang akhlak, mulai adab terhadap orangtua, tetangga, teman, tidak lupa adab keseharian si anak. Bagaimana cara makan, minum, tidur, masuk rumah, kamar mandi, bertamu dan lain-lain.
Dalam hal ini Nabi shallallahu’alaihiwasallam mempraktekkannya sendiri, antara lain ketika beliau bersabda menasehati seorang anak kecil,
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ
“Nak, ucapkanlah bismillah (sebelum engkau makan) dan gunakanlah tangan kananmu”.
(HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah)
Yang tidak kalah pentingnya adalah: ilmu seni berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak. Bagaimana kita menghadapi anak yang hiperaktif atau sebaliknya pendiam. Bagaimana membangun rasa percaya diri dalam diri anak. Bagaimana memotivasi mereka untuk gemar belajar. Bagaimana menumbuhkan bakat yang ada dalam diri anak kita. Dan berbagai konsep-konsep dasar pendidikan anak lainnya.
Ayo belajar!
Semoga pemaparan singkat di atas bisa menggambarkan pada kita urgensi ilmu dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan bisa mendorong kita untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan kita, menghadiri majlis taklim, membaca buku-buku panduan pendidikan. Agar kita betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari anaknya!
Jurus Kedua : Mendidik Anak Perlu Keshalihan Orangtua
Tentu Anda masih ingat kisah ‘petualangan’ Nabi Khidir dengan Nabi Musa ‘alaihimassalam.Ya, di antara penggalan kisahnya adalah apa yang Allah sebutkan dalam surat al-Kahfi. Manakala mereka berdua memasuki suatu kampung dan penduduknya enggan untuk sekedar menjamu mereka berdua. Sebelum meninggalkan kampung tersebut, mereka menemukan rumah yang hampir ambruk. Dengan ringan tangan Nabi Khidir memperbaiki tembok rumah tersebut, tanpa meminta upah dari penduduk kampung. Nabi Musa terheran-heran melihat tindakannya. Nabi Khidir pun beralasan, bahwa rumah tersebut milik dua anak yatim dan di bawahnya terpendam harta peninggalan orangtua mereka yang salih. Allah berkehendak menjaga harta tersebut hingga kedua anak tersebut dewasa dan mengambil manfaat dari harta itu.
Para ahli tafsir menyebutkan, bahwa di antara pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah: Allah akan menjaga keturunan seseorang manakala ia salih, walaupun ia telah meninggal dunia sekalipun.(i)
Subhânallâh, begitulah dampak positif kesalihan orang tua! Sekalipun telah meninggal dunia masih tetap dirasakan oleh keturunannya. Bagaimana halnya ketika ia masih hidup?? Tentu lebih besar dan lebih besar lagi dampak positifnya.
Urgensi kesalihan orangtua dalam mendidik anak
Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya. DaninsyaAllah itupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
Beberapa contoh aplikasi nyatanya
Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendinganatau suara biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insyaAllah kamu bisa ikut”.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Sebuah renungan penutup
Tidak ada salahnya kita putar ingatan kepada beberapa puluh tahun ke belakang, saat sarana informasi dan telekomunikasi masih amat terbatas, lalu kita bandingkan dengan zaman ini dan dampaknya yang luar biasa untuk para orangtua dan anak.
Dulu, masih banyak ibu-ibu yang rajin mengajari anaknya mengaji, namun sekarang mereka telah sibuk dengan acara televisi. Dahulu ibu-ibu dengan sabar bercerita tentang kisah para nabi, para sahabat hingga teladan dari para ulama, sekarang mereka lebih nyaman untuk menghabiskan waktu berfacebookan dan akrab dengan artis di televisi. Dulu bapak-bapak mengajari anaknya sejak dini tatacara wudhu, shalat dan ibadah primer lainnya, sekarang mereka sibuk mengikuti berita transfer pemain bola!
Bagaimana kondisi anak-anak saat ini, dan apa yang akan terjadi di negeri kita lima puluh tahun ke depan, jika kondisi kita terus seperti ini??
Jika kita tidak ingin menjumpai mimpi buruk kehancuran negeri ini, persiapkan generasi muda sejak sekarang. Dan untuk merealisasikan itu, mulailah dengan memperbaiki diri kita sendiri selaku orangtua! Sebab mendidik anak memerlukan kesalihan orangtua.
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…
Jurus Ketiga : Mendidik Anak Perlu Keikhlasan
Ikhlas merupakan ruh bagi setiap amalan. Amalan tanpa disuntik keikhlasan bagaikan jasad yang tak bernyawa. Termasuk jenis amalan yang harus dilandasi keikhlasan adalah mendidik anak. Apa maksudnya?
Maksudnya adalah: Rawat dan didik anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah ta’ala. Canangkan niat semata-mata untuk Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan maupun hukuman. Iringilah setiap kata yang kita ucapkan dengan keikhlasan.
Bahkan dalam setiap perbuatan yang kita lakukan untuk merawat anak, entah itu bekerja membanting tulang guna mencari nafkah untuknya, menyuapinya, memandikannya hingga mengganti popoknya, niatkanlah semata karena mengharap ridha Allah.
Apa sih kekuatan keikhlasan?
Ikhlas memiliki dampak kekuatan yang begitu dahsyat. Di antaranya:
- Dengan ketulusan, suatu aktivitas akan terasa ringan. Proses membuat dan mendidik anak, mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membimbing hingga mendidik, jelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Puluhan tahun! Tentu di rentang waktu yang cukup panjang tersebut, terkadang muncul dalam hati rasa jenuh dan kesal karena ulah anak yang kerap menjengkelkan. Seringkali tubuh terasa super capek karena banyaknya pekerjaan; cucian yang menumpuk, berbagai sudut rumah yang sebentar-sebentar perlu dipel karena anak ngompol di sana sini dan tidak ketinggalan mainan yang selalu berserakan dan berantakan di mana-mana.Anda ingin seabreg pekerjaan itu terasa ringan? Jalanilah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan! Sebab seberat apapun pekerjaan, jika dilakukan dengan ikhlas insyaAllah akan terasa ringan, bahkan menyenangkan. Sebaliknya, seringan apapun pekerjaan, kalau dilakukan dengan keluh kesah pasti akan terasa seberat gunung dan menyebalkan.
- Dengan keikhlasan, ucapan kita akan berbobot. Sering kita mencermati dan merasakan bahwa di antara kata-kata kita, ada yang sangat membekas di dada anak-anak yang masih belia hingga mereka dewasa kelak. Sebaliknya, tak sedikit ucapan yang bahkan kita teriakkan keras-keras di telinganya, ternyata berlalu begitu saja bagai angin malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar.Apa yang membedakan? Salah satunya adalah kekuatan yang menggerakkan kata-kata kita. Jika Engkau ucapkan kata-kata itu untuk sekedar meluapkan amarah, maka anak-anak itu akan mendengarnya sesaat dan sesudah itu hilang tanpa bekas. Namun jika Engkau ucapkan dengan sepenuh hati sambil mengharapkan turunnya hidayah untuk anak-anak yang Engkau lahirkan dengan susah payah itu, insya Allah akan menjadi perkataan yang berbobot.Sebab bobot kata-kata kita kerap bersumber bukan dari manisnya tutur kata, melainkan karena kuatnya penggerak dari dalam dada; iman kita dan keikhlasan kita…
- Dengan keikhlasan anak kita akan mudah diatur. Jangan pernah meremehkan perhatian dan pengamatan anak kita. Anak yang masih putih dan bersih dari noda dosa akan begitu mudah merasakan suasana hati kita.Dia bisa membedakan antara tatapan kasih sayang dengan tatapan kemarahan, antara dekapan ketulusan dengan pelukan kejengkelan, antara belaian cinta dengan cubitan kesal. Bahkan ia pun bisa menangkap suasana hati orangtuanya, sedang tenang dan damaikah, atau sedang gundah gulana?Manakala si anak merasakan ketulusan hati orangtuanya dalam setiap yang dikerjakan, ia akan menerima arahan dan nasehat yang disampaikan ayah dan bundanya, karena ia menangkap bahwa segala yang disampaikan padanya adalah semata demi kebaikan dirinya.
- Dengan keikhlasan kita akan memetik buah manis pahala. Keikhlasan bukan hanya memberikan dampak positif di dunia, namun juga akan membuahkan pahala yang amat manis di alam sana. Yang itu berujung kepada berkumpulnya orangtua dengan anak-anaknya di negeri keabadian; surga Allah yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan.
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya:
“Orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan pertemukan mereka dengan anak cucu mereka”. (QS. Ath-Thur: 21)
Dipertemukan di mana? Di surga Allah jalla wa ‘ala! (ii)
Mulailah dari sekarang!
Latih dan biasakan diri untuk ikhlas dari sekarang, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan. Kalau Engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu buat anakmu, aduklah ia dengan penuh keikhlasan sambil mengharap agar setiap tetes yang masuk kerongkongannya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk.
Kalau Engkau menyuapkan makanan untuknya, suapkanlah dengan penuh keikhlasan sembari memohon kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengokohkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah.
Sehingga dengan itu, semoga setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka akan bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, beribadah dengan tekun kepada Allah dan meninggikan agama-Nya. Amîn yâ mujîbas sâ’ilîn…
(Bersambung ke bagian 2)
Sumber :
Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
(i) Lihat: Tafsîr ath-Thabary (XV/366), Tafsîr al-Baghawy (V/196), Tafsîr al-Qurthuby (XIII/356), Tafsîr Ibn Katsîr (V/186-187), Tafsîr al-Jalâlain (hal. 302-303) dan Tafsîr as-Sa’dy (hal. 435).
(ii)Sebagaimana dalam penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma yang diriwayatkan Imam al-Baihaqy dalam Kitab al-I’tiqâd (hal. 183).
Subscribe to:
Comments (Atom)